Selasa, 30 Desember 2014

Sepanjang Jalan Kenangan

Seorang Ibu berusia 40 tahunan menoleh padaku dengan senyumnya yang menawan hati, "Kamu sudah hafal surat An-naba kan'?" Oh tidak, tak terbayangkan sedikit pun perjalanan ini bakal jadi salah satu perjalanan paling kurindukan dan menenteramkan. Ibu itu mengulurkan Al Quran berukuran besar padaku, memintaku membuka awalan juz 30 dan menyimak hafalannnya. Di tengah laju kencang kendaraan yang membawa kami ke tujuan kota provinsi, suara merdunya yang tartil dan tepat tajwidnya pun menyihirku.

Bahkan saking terharunya, suara hafalan beliau terasa mengiris bagai sembilu. Air mata hati meleleh menahan kesedihan dengan hafalanku yang tak seberapa dan masih banyak tajwid perlu dibenahi. Ia sungguh memberikan ketukan hati yang dahsyat lewat hafalannya, bahwa usia tak membatasi seseorang dalam beribadah. Yang muda tak semudah orang yang lebih tua dalam menghafal jika tak dibarengi dengan azzam (tekad) dan jiddiyah (kesungguhan).

Ibu ini terus melanjutkan murojaah hafalannya dari awal juz 30 hingga akhir juz 30 tanpa terganggu kencangnya laju kendaraan. Ku menyimak Al Qur'an besar ibu itu sambil berpikir bagaimana bisa hafalan Ibu ini belum ada salahnya dan begitu lancar. Biasanya ketika melihat tulisan di kendaraan yang bergerak, aku merasa pusing. Tapi ini sungguh terasa sangat mengesankan sampai tak ingat lagi dengan rasa pusing. Tubuh ini berkompromi ingin mendengarnya sampai selesai. Dan satu jam terasa bagai berkendara menuju hamparan taman surga dengan bau rumput segar yang meluasakan dada.

Aku masih terkejut, ketika usai hafalan itu, Ibu itu menyampaikan bahwa ia sudah menghafal pula surat Al Baqoroh. Ya, surat terpanjang dalam Al Qur'an dengan panjang 2 juz lebih beberapa halaman. Ibu itu juga menyampaikan bahwa teman-temannya sesama penghafal bahkan ada yang bisa melantunkan murojaah 1 juz tanpa ada kesalahan. Ma Syaa Allah. Usia teman-temannya juga ada yang kepala 5. Ada juga yang tetap bisa menghafal meski sibuk bekerja menafkahi keluarga.

Pipi terasa tertampar tak kasat mata. Jiwa mudaku terbangkitkan dengan semangat orang-orang tua itu. Ya Allah, permudahkanlah kami dalam menjalankan wasiat Rasulullah, berpegang pada Al Quran dan Sunnah, termasuk menjaga, menghayati, mengahafal, dan menjadikannya bagian dari nafas kami selama hidup.

Terima kasih Bu,
Perjalanan jumat dan ahad (26-28/12) dari kota M ke kota B selama 3 jam yang luar biasa.
Barokallah ^^

ditulis Selasa, 30 Desember 2014, 14.59
di tengah semilir angin tengah rumah tercinta
Kota Pecel
ZFI

Senin, 29 September 2014

Penonton atau Penggerak

Puluhan novel bahkan ratusan buku telah dibaca orang ini. Ia pun punya banyak pengetahuan. Betul pengetahuan yang luas dan tak mendalam.
Ia sangat pintar. Ia betul, mungkin dia sangat bisa ketika ditanya tentang banyak hal.
Hanya saja perlu dicermati lebih dalam, bisakah dia melakukan apa yang dia tau?
Dapatkan ia mengamalkan seluruh ilmu yang ia tau?
Yang berguna bagi apapun dan siapapun di sekitarnya.
Inilah bedanya "penonton" dengan "penggerak".
Seseorang terus menerus memposisikan dirinya hanya sebagai pengamat, penglihat, pembaca, namun tak juga mau mengambil langkah sebagai pembuat, penggerak, dan pencetus, maka segalanya hanya akan berguna bagi diri sendiri.
Sungguh, ketika berlalu waktu orang itu, berlalu pula segala kenangan tentangnya karna tak ada sesuatu yang tertoreh dan tertinggalkan sebagai jejak orang yang pernah luar biasa itu di mata orang lain, atau di sekitarnya.
Maka mulailah bertekad tak hanya melihat, tapi mencari tau, menganalisis, lalu bergerak, membuat suatu karya perubahan dari hal kecil sekalipun yang bisa dirasakan manfaatnya bagi sekitar :)

Sabtu, 13 September 2014

Segelas Air

Satu dua tiga orang di sekitar terlihat sangat mengagumkan dan begitu membanggakan.
Mereka berbuat sesuatu yang mengundang decak kagum orang lain. Mencetuskan ide besar, pergi ke tempat keren, dan membuat suatu karya hebat.
Mereka bukan lagi orang jauh yang namanya hanya didengar, tapi karna hubungan itu lebih dekat sebab ternyata saling mengenal satu sama lain, dan bahkan dekat dalam kehidupan pribadi satu sama lain, membuat perasaan orang satu ini menjadi begitu peka.
Orang satu ini biasa-biasa saja, tak juga melakukan hal besar, pergi ke tempat keren, atau membuat karya yang hebat. Padahal ia mengenal dekat orang-orang hebat itu, bahkan menjadi sahabatnya. Namun mengapa dirinya biasa-biasa saja tak kunjung dia tau sebabnya.
Kini seseorang di sampingnya ia tanyai, "Apakah aku sebaiknya seperti dia ya? atau dia?"
Dengan santainya seseorang itu menjawab, "Ah, apa pentingnya kamu seperti dia atau dia. Paling penting bagiku, kamu menikmati betul setiap yang kau lakukan. Bukankah mereka hebat salah satunya karna punya sahabat sepertimu?"
Senyum itu pun terbit bagai sinar hangat mentari yang mengilhami kesyukuran.
Subhanallah, proses menikmati itulah yang mendatangkan kebahagiaan. Kesyukuran pada setiap hal.
Alhamdulillah..
Sebanyak apakah lafal itu terucap hari ini? ^~

9.31 pm
13 sept 2014
Kotak Kecil

Senin, 08 September 2014

Jangan Mau Menjadi Pemalas


Satu-satunya sikap yang bisa membawamu pada kenyamanan masa kini adalah kemalasan.
Tapi dia pulalah yang akan mengantarkanmu kepada keburukan di masa depan.
Mungkin kamu yang pemalas senang-senang saja ketika temanmu yang lain sigap mengumpulkan tugas kuliah sementara kamu tak megerjakannya tanpa rasa berdosa, temanmu yang lain sibuk bimbingan skripsi sementara kamu tiduran di kostan tiada henti.
Tapi tunggulah dalam beberapa tahun saja, kamu akan menelan pahitnya merasa kesepian ketika yang lain telah mampu berdiri bahkan berlari menuju karir yang cemerlang sementara kamu masih terdiam di kos-kostan.
Di situlah yang kamu temukan adalah penyesalan sob,

So, daripada bersenang-senang terlalu dini mending berupaya semaksimal mungkin selagi muda. Ukir prestasi, maksimalkan potensi diri.
Jauhkan dari sikap malas yang akan menjebakmu ke masa depan yang suram.
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).”
[HR. Bukhari dan Muslim]
Boleh di-SHARE

Setia Furqon Kholid

Senin, 21 April 2014

Pak, Kupilih Kau Karena Jiwamu

Seorang laki-laki paruh baya terlihat berpikir dalam. Beliau merupakan pimpinan sebuah madrasah ternama seantero Indonesia. Apa yang beliau pikirkan? Rupanya kualitas lulusan sekolah yang dipimpinnya kini sedikit demi sedikit menurun. Eh, yang turun bukan nilai ujian nasional. Kalau itu mah tak perlu diragukan lagi kredibilitas siswa-siswi di sana. Top Be Ge Te. Termasuk 10 besar di negeri ini.

Yang sedang beliau pikirkan adalah kualitas moral lulusan yang cenderung berbeda dengan lulusan awal-awal tahun dibukanya sekolah ini. Kabar dari beberapa guru terdengar bahwa mulai ada siswi yang lepas jilbab setelah tidak lagi sekolah di sana. Kesantunan siswa yang perlahan pudar. Sesuatu yang tidak beliau harapkan tentunya. Uniknya, beliau dan para guru sekolah ini tak hanya memikirkan murid ketika sekolah di sana saja, tetapi juga setelah mereka lulus. Bagaimana menjaga mereka tetap berjalan dalam jalan kebenaran, bagaimana mereka tetap memegang kebaikan yang diajarkan guru di sekolah ini sebagai bekal kehidupan dewasa hingga akhir hayat kelak.

Segera saja survei kecil-kecilan diadakan, terhadap sistem pendidikan di sekolah,kurikulum, guru, maupun metode mengajar guru. Beliau membandingkan kelebihan dan kekurangan sejak awal sekolah ini berdiri hingga menghasilkan lulusan sampai sekarang. Sampai beliau tersadar dengan apa yang terjadi di sekolah. Mengapa siswa-siswi tak lagi terlihat benar-benar menginternalisasi apa yang disampaikan oleh guru.

Beliau pun menemui seorang lelaki yang dirasa pantas menjadi guru di sana,
"Pak, mengajarlah di sekolahku, kami butuh bantuan Anda."
Lelaki ini terkejut diminta tiba-tiba untuk mengajar di sekolah yang luar biasa bagus ini,
"Bukan saya bermaksud apa-apa, namun Bapak tahu sendiri bahwa saya hanya lulus SMA."Pak Kepala Sekolah ini pun tersenyum menenangkan,
"Justru karena saya tahu itu, saya memilihmu untuk membantu sekolah kami."
Lelaki itu terheran-heran. Pak Kepala Sekolah pun melanjutkan penjelasannya,
"Engkau hanya lulusan SMA, tapi jiwamu menjadi seorang pendidik begitu tulus. Orang seperti dirimu lah yang pantas menjadi guru."Kepala Sekolah masih melanjutkan, "Semenjak sekolah kami mensyaratkan titel S1, S2, S3 sebagai syarat menjadi guru. Kami banyak kehilangan orang sepertimu yang mengajar dengan sepenuh hati karena kecintaan hati pada mendidik. Yang mengajar bukan karena mencari sejumlah uang, tapi mengajar siswa karena keinginan untuk memperbaiki diri mereka menjadi generasi yang mencintai Allah dari lubuk hati."
Tersentuh lelaki itu mendengarnya.
"Baiklah Pak, saya akan membantu semampu saya.
Semoga Allah senantiasa membimbing langkah kita semua."

---
Tersentuh saya mendengar penuturan kisah ini.
Bukan apa-apa, bagi yang mendengar ketulusan jiwa seorang pendidik, yang menyemai Al Qur'an dalam hati seorang siswa, yang paham betul mengapa dia harus mengajar.
Istilahnya, menjiwai betul sebagai pendidik.
Ia akan menyadari dari hati bahwa mengajar itu sebuah bentuk cinta yang lain pada keberlanjutan generasi bangsa. Apakah siswa itu benar-benar bisa melakukan apa yang disampaikan guru. Apakah siswa ini membutuhkan penjelasan mengenai sesuatu. Hal detil mengenai siswa akan menjadi perhatian guru.
Ia akan mengajar sepenuh hati karena panggilan jiwa, begitu orang-orang bilang.
Semakin tinggi jenjang pendidikan, harapannya mampu meningkatkan jiwa pendidik.Hanya dalam realita, nampaknya tak seluruhnya demikian. Bukan berarti lebih baik tidak naik jenjang pendidikan, justru itu sebagai pemacu semangat untuk meningkatkan pemahaman ilmu agar semakin terasah kecintaan diri terhadap mendidik setelah naik jenjang pendidikan.

#SelamatDatangGenerasiBerjiwaPendidik

Zulfa Fadha'il Izzah
21 April 2014
07.48
Selasar CND, Gedung Merah
Semoga tidak jadi guru yang seperti ini apapun keadaan muridnya^^

Tapi jadi guru yang sesabar ini dan secinta ini dalam mendidik muridnya

Senin, 10 Maret 2014

Allah Rindu Kekasih-Nya


Ada kelebihan pada Nabi & Rasul ketika akan wafat, Allah mengutus malaikat pencabut nyawa untuk izin terlebih dahulu kepada sang Rasul apakah bersedia diambil nyawanya saat waktu itu. Kita mengenal dialog-dialog kisah malaikat Izra'il dengan Nabi Daud, dan Rasulullah saw ketika akan mencabut ruhnya. Kali ini, kisah Nabi Ibrahim ketika Izrail mengetuk pintu rumahnya saat waktu wafat hampir tiba.

Malaikat 'Izra'il: Assalamu'alaikum
Nabi Ibrahim: Wa'alaikumsalam, siapa engkau?
Malaikat 'Izra'il: Aku malaikat yg diutus Allah untuk mengambil nyawa engkau, wahai Nabi..

(Manusia mana yang tidak gemetar hatinya mendengar dirinya akan mati, sekalipun sekelas para Rasul? Namun, bedanya dengan manusia biasa, para Rasul menanggapinya dengan tawakkal dan penuh keikhlasan)

Malaikat Izrail: Aku diutus Allah untuk meminta izin terlebih dahulu akan mengambil ruhmu kembali, wahai Nabi Ibrahim. Berkenankah engkau?
Nabi Ibrahim: Bagaimana Allah tega mengambil nyawa kekasih-Nya sendiri?

Malaikat Izra'il pun kembali untuk bertanya pada Allah apa jawaban yang akan disampaikan pada Nabi Ibrahim, dan inilah jawaban dari Allah melalui malaikat.
Malaikat Izra'il: Bagaimana seorang kekasih tidak rindu bertemu kekasihnya?

#Subhanallah, cinta yang menggetarkan lubuk hati. Benar-benar kisah cinta yang murni dan meneteskan kerinduan bertemu Sang Khaliq :')
Allah pun akan rindu pada hamba-hamba-Nya yang benar-benar mencintai Allah di dunia dan mengharapkan pertemuan kembali kepada-Nya.


didengar dari taujih Ustad Tifatul Sembiring
Sabtu, 8 Maret 2014
pukul 17.00 WIB lebih
di Yogyakarta

Sabtu, 01 Maret 2014

Matematika oh matematika

Mathematic oh mathematic
Engkau dan aku bagaikan komposisi 2 fungsi yang saling bersatu
Ilmumu selalu membuat ilmuku selalu terintegralkan
Kau membuatku selalu dekat denganmu
hingga jarak antara kita limit mendekati 0
Kau selalu berusaha mencerdaskan kehidupanku
laksana usaha logaritma untuk menarik eksponen pangkat
Ilmumu selalu utuh bak sin 90
Meski jalanku untuk membuktikanmu terkadang tak tentu
seperti 0/0
Dunia ini bagaikan dimensi 3
yang saling dihubungkan oleh diagonal ruang dan bidang
Saling terikat oleh kaidah silogisme
~Change your life with mathematic

sms by:
Cynthia Andriani
13 April 2010 08.12

Kimia oh Kimia

Kimia oh kimia..
Kau ajariku tuk penuhi kaidah oktet
Meski kau tak semanis C12H22O11,
Cintamu yang kuat bak H2SO4 pekat,
Mampu melumpuhkan hatiku
Menghidrolisis semua ketidaktauanku,
hingga cinta ini mengendap di hati (tepat jenuh)
^Let's change the world with chemistry

sms by:
Cynthia Andriani
12 April 2010 13.12

Bahasa oh Bahasa

Bahasa oh bahasa..
Hidupku rangkaian puisi dalam bait-baitmu
Lantunan pantun di setiap sajak-sajakmu
Simfoni nada dari hatiku.
Engkau bagai lagu..
Tanpamu, duniaku bisu
Kau buat orang tahu kamus peribahasa hidupku
Menyelami jauh syair di sana..

*dibuat tahun 2010

Senin, 24 Februari 2014

Kalau Ilmu Sudah Terpatri

Sudah lama aku tak merasakan sensasi ini. Menjadi seorang pembelajar sejati dari kehausan ilmu. Entah kemarin-kemarin mengapa tak bisa segera menyadarinya? Ya, sudah penuh rasa bosan di setiap sudut pikiran, fisik, dan hati. Ternyata kuncinya sederhana. Membuka diri untuk mencoba hal yang jarang dilakukan. Istilah singkatnya, variasi. Ketika bosan melulu menghadapi kesibukan organisasi dan tuntutan tugas sebagai pelajar, selingi dengan mencoba hal-hal baru (yang positif tentunya), atau mencari pengetahuan di bidang yang tak kita geluti. Kalau biasanya berada di suasana bahasa inggris dalam keseharian, boleh banget kalau sekali-sekali nyari pengetahuan tentang sains.

Aku jadi mengerti, mengapa ketika kuliah ini terasa lebih membosankan dibanding SMA. Eits, tapi tidak semua orang begitu juga. Kupikir sebabnya karena banyak pelajaran di SMA itu sebagai suatu hiburan ketika penat di satu mata pelajaran tertentu, ada mata pelajaran lain yang menghibur. Kalau di kuliah? namanya juga penjurusan, tentu saja materinya spesifik bidang yang digeluti. Bagi yang tak menyelingi aktivitas belajarnya (fikri) dengan aktivitas penyeimbang jasmani (fisik), dan rohani (hati), dia akan cepat kolaps. Kalau sudah begitu, tinggal tunggu waktu, manakah salah satu dari bagian penyusun tubuh ini yang sakit.

Berbeda dengan seseorang yang sudah bisa mengelola diri sendiri. Ia mencukupi tubuh lewat pemberian "makanan" sehari-hari dengan seimbang setiap hari pada masing-masing aspek. Untuk hati ia mengisi dengan kedekatan pada Penciptanya; untuk fisik ia berolahraga dan makan teratur dengan pola perilaku sehat; dan untuk pikiran ia mengisinya dengan ilmu yang bermanfaat. Itu semua dilakukan tidak menunggu satu minggu atau sebulan berlalu hingga hati (qalbu) kering atau daya pikir menjadi tumpul. Tetapi teratur dan terpedulikan dengan tertib. Dengan demikian, manusia ini akan sehat lahir batin.

Tak perlu terlampau berlebihan menyesali, karna ketika belum bisa, proses menyadari itu sebuah karunia yg besar. Dan ketika terus berproses dengan tekad menuju lebih baik, itu akan menjadi benar-benar bisa di suatu masa di antara waktu-waktu nendatang. Yang perlu dilakukan adalah menyempurnakan ikhtiar dan terus menaruh harapan akan hasil terbaik.

Kata sahabatku, berfokuslah pada apa yang bisa dilakukan untuk membuat hari ini lebih baik dari hari kemarin. Lakukan yang terbaik. Dan lupakan yang sudah dilakukan kemarin.
Tetap semangat!

Zulfa Fadha'il Izzah
10.29 WIB 24 Februari 2014
Selasar rumah cinta yang kuat


Minggu, 23 Februari 2014

Jalan Cinta Para Pejuang

Aku tau engkau bersedih
Aku tau engkau terluka
Aku tau kau merasa berbeda

Tapi engkau juga harus tau
Dahulu, ada yang menangis lebih banyak
ada yang terluka lebih dalam
Dan ada yang diasingkan melebihi orang gila

Bukan, ini bukan pembelaan
Juga bukan ratapan duka
Hanya seuntai kata, bahwa
Selamanya yang berujung bahagia
itu berawal dari nestapa lara
para pelakunya

Maafkan, maafkan,
seharusnya kalam terkasat mata
seperti permata bersilauan
Hanya karna tak sempurna membawa,
bagimu nampak debu permukaan

Lihatlah dengan permata hatimu
Saudaraku,,
Bahwa kebaikan, selamanya tetaplah permata
Bahwa keburukan, selamanya tetap tampak asalnya

Dari sini, aku meminta
segalanya tuk ikhlaskan alfa
Semuanya yg tampak berdebu
tulus dari qalbu daku merindu
aliran embun sejuk maafmu

Iringilah melangkah
kaki kita bersama-sama
Dalam ukhuwah yang indah
Surga dalam mata, hati kita

Teruslah kokoh bagai baja
Teruslah kokoh bangunan kita
Islamlah tujuan
Ridho Allah dalam genggaman

------------
Teruntukmu yang sedang merajut benang-benang persaudaraan Islam yang agung tak mengenal ruang dan waktu..
Bercita-citalah dalam goresan mimpimu, kita semua bertemu lagi kelak di surga-Nya. Insya Allah.
Bismillah...

Ahad, 5 januari 2014, ruang KHD FIS UNY lantai 2, pukul 16.11 WIB

Jumat, 21 Februari 2014

Meski Satu, Itu Berharga

"Lin, mana ya si Desi? katanya tadi mau ke bank depan kampus sebentar, tapi ini udah setengah jam kog belum datang?" tanya Devi.
"Sebentar lagi mungkin, kita tunggu aja,"ujar Linda menenangkan. Kemana ya si Desi. Semoga dia baik-baik aja. Dia harus datang. Tugas ini bakal ringan kalau ada minimal satu lagi yang datang, perasaan khawatir Linda hanya ia pendam dalam hati.
Dan rapat untuk agenda besok pun tetap berlanjut.

Di saat sedang pembahasan tugas konsumsi, Desi datang dengan tergopoh-gopoh.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam," jawab Linda, Devi, dan beberapa kawan lain serempak.
Linda tersenyum lega. Devi malah langsung menghambur ke Desi seperti lama tak berjumpa.
Rapat terhenti sejenak.
"Dari mana saja Deesii?" berondong Devi tak sabaran.
"Hehe maaf  ya, aku tadi muter dulu jalannya lewat sebelah masjid jadi lebih jauh, habisnya pintu bank dari dalam kampus ternyata tutup," jelas Desi sambil membuka tutup minum. Haus habis jalan kaki jauh.
"O..."
"Yaudah yuk, lanjutin lagi rapatnya. Maaf udah bikin khawatir kalian," kalau digambar emo, ekspresi Desi ini matanya lagi sipit saking lebarnya senyumnya.
"Siaapp"
- - -

Hari itu si Linda akhirnya bisa tersenyum lega bukan, ketika ada satu orang saja yang hadir lagi dalam rapat? Baginya, itu berarti ada satu orang lagi yang siap berbagi tugas dengan yang lain. Pundak-pundak untuk memikul beban yang katakanlah hanya 4 orang di awal, menjadi 5 orang karena ada satu yang bergabung. Nah, ternyata satu orang saja begitu berharga.

Jika dirimu salah satu dari orang-orang itu, jangan pernah merasa bahwa teman-temanmu yang lain tidak merasa kehilanganmu saat kau tak hadir dalam sebuah acara. Setitik dalam hati mereka akan ada perasaan, "Si A kog ga hadir ya?" Lihat, ternyata mereka sedang memikirkanmu! Dan meskipun dirimu seringkali berhalangan saat ada acara yang dirimu jadi panitia, jangan pernah sungkan untuk tetap datang di hari-hari berikutnya saat acara itu sudah selesai. Yakinlah, dalam hati mereka merindukan kedatanganmu. Bahkan ketika rapat sering mangkir, ketika hari H baru sempat waktu untuk datang, jangan ragu untuk datang membantu kawanmu. Banyak kesempatan untuk membayar ketidakhadiranmu :) karena satu orang itu begitu berharga.

21 Februari 15.38 WIB
di rumah ormawa Al Ishlah-Geografi
 Matahari atau Mutiara? Apapun. setiap hal pasti berharga

Minggu, 02 Februari 2014

Masa Lalu & Menyambung Silaturahmi

Bismillah..

Alhamdulillah..
(cukup sekian^^lho?gak gak..ini baru mau dimulai ceritanya)
Di awal ucapan tahmid untuk ekspresi syukur :)
Segala puji milik Allah, setelah sekian lama belum ada kesempatan mengunjungi sekolah dasar di MI Islamiyah, akhirnya kemarin 1 Februari 2014, aku bisa silaturahmi di sekolah lama.

Di sana tak hanya sendiri, bersama 6 orang lainnya yang datang secara terpisah (kayak iklan mainan di tipi^^v), sebut saja Aulia, Dedi, Fauzi, Hammam, Herini, Tio (Sayang sekali belum semua teman-teman MI bisa berkumpul lagi. Semoga dalam lindungan Allah selalu :); kami mencari guru masa-kecil-kami-dulu yang telah lama dirindukan dan merindukan kami. Saat bertemu, senyum wajah kami pun mengembang. Tampak wajah berbinar guru-guru melihat kami. Mungkin teringat dulunya kami kecil-kecil, kini sudah menjulang tinggi dan besar-besar di usia kami yang beranjak dewasa ini.

Derai cerita pun mengalir bergantian. Kami bergantian mencium tangan beliau-beliau, teringat jasa mereka yang telah mengantarkan diri kami sampai seperti sekarang ini. Dan beliau-beliau pun memberondong kami dengan sekotak penuh popcorn (alay.com) pertanyaan. Seperti, sekarang sekolah dimana, jurusan, merembet ke kabar keluarga, lalu beranjak ke teman-teman seangkatan, dan meluncur terus ke rencana masa depan.

Sebenarnya reaksi spontan guru-guru ini sudah seringkali kutemui di masa-masa sebelumnya. Ya begitu-begitu saja sebenarnya, tanya kabar, bertukar cerita, lalu ditutup dengan mengucap harapan dan doa satu sama lain. Namun kali ini tiba-tiba terasa lebih bermakna. Kenapa? Setelah lama tidak berkunjung, hampir 3 tahun lamanya, akhirnya ada yang memenuhi lubang kosong di hati ini. Ibarat lubang kosong, terus ada pohon berbuah nan rimbun daunnya yang ditanam di sana. Hehe ya begitulah, mungkin inilah efek dari menyambung silaturahmi.

مَنْ أَ حَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ .
"Barangsiapa yang suka diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi"
[1]

Berhubung ini reuni, aku jadi ingin membahas masa lalu. Mengingat masa lalu. Apalagi berhubungan dengan orang di masa lalu. Bagi sebagian orang akan menimbulkan luka lama atau memunculkan duka masa lalu yang terpendam. Bagi sebagian yang lain, masa lalu akan menerbitkan senyum, tawa, dan nostalgia memori bahagia. Ya, bergantung bagian masa lalu mana yang diingat. Rasa gado-gado dalam hati pasti hadir silih berganti. Acapkali orang ingin pergi jauh dari masa lalunya, ogah mengingat-ngingat dan ada pula yang terperangkap pada kenangan menyenangkan masa lalu dan terlena pada kenyataan ia telah hidup di masa kini dan akan menjalani masa depan.

Sebaiknya bagaimana? Hidup saat ini tak pernah terlepas dari masa lalu. Dan ia juga tak bisa dihapus. Kata Imam Ghozali, yang paling jauh dari hidup kita adalah masa lalu. Karena sejauh kita mengahampiri tetap tidak bisa meraih dan mengubahnya. Maka kepada masa lalu bisa kita ibaratkan seperti menginjak batu bata yang kokoh untuk bisa melongok ke luar pagar. Untuk melihat apa yang ada di luar pagar (masa depan), kita perlu benda untuk bertumpu yang kuat-batu bata (masa lalu yang sudah dijalani dan membentuk pribadi kita sekarang).

Atau melihat ke kaca spion saat berkendara sepeda motor. Tidak akan dilihat terus-menerus bukan? Yang fokus dilihat tentunya jalan yang ada di depan. Begitulah fungsi masa lalu. Sesekali diingat, untuk menguatkan motivasi perjuangan menjalani kehidupan kini dan masa depan. Agar ia tak menjadi benalu, juga tak dilupakan. Masa lalu juga perlu diikhlaskan. Mau bahagia, atau nestapa, yang lalu biarlah berlalu, ia tak akan kembali lagi :)

Nah, makanya, meski sudah berlalu, tapi jika ia meninggalkan memori manusia yang kita kenal dan mengenal kita, ya jangan dilupakan. Usahakan tetap menyambung silaturahmi. Saling mencari tahu kabar dan juga saling mendoakan. Karena siapa tau, keberhasilan kita sekarang juga karena doa orang-orang di masa lalu kita. Dan jika kita merasa nestapa sekarang, itu juga karena dosa-dosa di masa lalu yang belum mendapat maaf. Nah lho? Buruan dicari orangnya tuh. Siapa tau memang karena itu? ;)



لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ.
"Tidak masuk surga orang yang memutuskan silaturahmi".
[2]


Wallahua'lam.

diselesaikan di Rumah Cinta
Indonesia Raya, Jatim, Kota Madiun
oleh: Zulfa Fadha'il Izzah

-------
[1]Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh Bukhari (no. 5986) dan Muslim (no. 2557 (21)).
[2]Hadits shahîh. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5984) dan Muslim (no. 2556), dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu.
Sumber Hadits: http://pustakaimamsyafii.com/menyambung-silaturahmi-meskipun-karib-kerabat-berlaku-kasar.html 

Kamis, 30 Januari 2014

Nak, Ibu Malu

Seorang ibu meminta anaknya membatalkan pinangan yang telah diterima oleh calon mempelai wanita. Anaknya tentu saja sangat terkejut dan dengan lembut bertanya pada ibunya mengapa.

 "Ibu malu, Nak. Ayah calon(istri)mu itu seorang pembesar di lembaga, sedangkan Ibu cuma seorang petani."
Si Ibu mengungkapkan kegelisahannya. Perasaan tidak sederajat dengan besan ternyata ujung masalahnya.

Si Anak lantas bercerita,
"Jika dia seorang pembesar yang punya jabatan, dan karena itu bisa membantu orang lewat lembaganya, Ibu jauh lebih hebat dari dia. Karena Ibu sendirian saja bisa membantu banyak orang. Ibu memanggul sendiri beras-beras yang ingin Ibu berikan pada orang lain tanpa harus membuat sebuah lembaga. Ibu telah membantu orang dengan peluh dan tangan Ibu sendiri tanpa bergantung pada sarana lembaga. Hebat mana, Bu?"

Si Ibu pun terpaku, sementara si Anak melanjutkan

"Ibu sholat tahajud sudah berapa tahun, Bu? Pernahkah lubang-lubang di antara malam-malam itu? Sungguh, belum pernah kudapati Ibu melewatkannya. Sedangkan dia Bu, saat kelelahan bekerja, pernah tak sengaja kudapati dari ceritanya, malam tahajud menjadi terlewatkan. Di mata Allah, lebih mulia mana Ibu atau calon mertuaku?"

Si Ibu pun hanya tersenyum, tak sanggup lagi mengucapkan kata-kata. Sebentar lagi air mata menetes ke pipinya yang mengeriput.
Si Anak pun melanjutkan,
"Ibu, tak usah merasa kecil di hadapan manusia karena belum tentu di mata Allah diri kita lebih hina. Senantiasa kita mendekat pada-Nya, maka sebenarnya Allah pun memandang hamba-Nya tidak dari strata sosial, namun pada ketaatan dan keimanan orang tersebut pada Allah."

---


Kisah ini diadopsi dari kisah nyata, dengan beberapa kalimat yang disesuaikan.
Sepenggal kisah ini mungkin pernah dialami sebagian orang. Bukan bermaksud mengurangi rasa hormat pada calon mertua, akan tetapi kisah ini hanya untuk membesarkan hati Ibunda, bahwa tak selamanya kemuliaan dipandang dari "kasat mata" manusia.
Semoga bermanfaat.



17 Juli 2013
Ngayogyakarta Hadiningrat

Sabtu, 25 Januari 2014

Resep Sayur Tewel (Nangka / Gori)

Sudah menjadi barang biasa bagi Ibu memasak di rumah untuk keluarga. Hanya ingin menuliskan saja, karena belum biasa memasak, siapa tau suatu saat ingin memasak dan tidak bisa tanya Ibu, aku bisa membuka blog ini :) Selamat membaca, siapa tau resep ini membantumu memasak nanti!

Bahan:
- Tewel/ Nangka/ Gori
- Kacang Tunggak/ Tolo
- Santan
- Air

Bumbu:
- Bawang merah 5 siung
- Bawang putih 5 siung
- Kemiri 3 butir
- Ketumbar secukupnya
- Merica 3 biji
- Cabai tampar sesuai selera (1 saja jika tidak suka pedas)
- Garam secukupnya
- Gula merah
- Daun salam 3 lembar
- Laos sepotong digeprek

Cara memasak:
1. Rebus kacang tolo yang telah dicuci terlebih dahulu, dalam satu panci berisi air secukupnya bersama daun salam dan laos. Setelah mendidih, matikan api dan diamkan hingga mengembang kacangnya.
2. Sementara itu, tewel dikupas, dicuci dan dipotong cacah kecil dan tipis.
3. Siapkan santan dari kelapa tua yang diperas airnya setelah diparut atau siapkan santan instan.
4. Haluskan bumbu selain gula merah, daun salam, dan laos dengan diuleg sampai teksturnya lembut.
5. Nyalakan kembali api untuk merebus panci berisi kacang tadi yang akan langsung digunakan memasak tewel. Setelah mendidih, masukkan tewel yang telah dicacah.
6. Tunggu hingga lebih empuk, masukkan santan sambil diaduk.
7. Masukkan bumbu yang telah halus lalu tunggu hingga mendidih sambil terus diaduk supaya santan tidak pecah.
8. Masukkan gula merah yang sudah disisir halus lalu aduk lagi.
9. Cicipi masakan sudah pas rasanya atau kurang asin/manis. Tambahkan garam/gula sampai pas rasanya.
10. Kalau sudah, matikan api. Sajikan di mangkuk dan siap dihidangkan.

Selamat mencoba :D


Madiun Kota GaDIs
25 Januari 2014, suasana liburan semester 5 #MahasiswaEsSatu
di Home Sweet Home

Selasa, 21 Januari 2014

Kabar Bahagiaku Jadi Lelayu

Dari sebuah acara hari itu, aku pulang dibonceng teteh naik motor. Pas banget, karena sebentar kemudian teteh juga harus mengembalikan helm temannya. Pas banget gimana? Ia lah, aku di posisi boncengan, jadi bisa memangku satu helm, dan di kepalaku ada satu helm lagi pinjaman temannya. hehe.

Aku dibawa teteh ke kosnya dan diminta menunggu di depan kos. Tsiqoh alias nurut aja. Sambil mengamat-amati daerah depan kos teteh. Aku sempat melihat beberapa laki-laki bergerombol di sebelah kosnya. Kata teteh, orang-orang tadi mungkin saja yang ingin pakai internet, beli pulsa, atau servis barang elektronik.

Di perjalanan, teteh membuka obrolan,
"Dek, kamu tahu gak, mas-mas rambut pendek, tingginya sedang, pake celana jeans yang berdiri agak ke tengah jalan tadi?"
"Emm, yang bantuin mas satunya parkir motor?"
"Iya. Itu penjaga toko servis elektronik di kos teteh"
Oh, sebelah kos teteh masih bagian dari rumah milik ibu kos teteh ternyata.
"Terus kenapa memangnya teh?"
Penasaran aku kenapa teteh tiba-tiba membahas orang ini. Aku kan tidak kenal orangnya.

"Dengerin cerita teteh, mas ini gak ada sebulan yang lalu masih gondrong lho rambutnya"
Ha? Pikiranku pun membayangkan rupa "mas cepak" dan "mas gondrong" dengan wajah yang sama. hoho. Aneh dan geli rasanya.
Terus?
"Tapi masnya baik. Dia potong rambutnya juga karena dia itu mau menikah kemarin. Calonnya dicariin jodoh sama orang tuanya. Dia nurut aja dan gak pake pacaran. Mirip ta'aruf lho dek, habis kenalan, trus langsung cari tanggal pernikahan."
Wow, aku bergumam dalam hati. Sholeh juga orangnya. Ups.
"Tapi namanya takdir Allah ya dek, calon istri mas ini sakit dan meninggal sehari sebelum menikah"
"Hah?? Kog bisa teh??" Suaraku meninggi tanpa kusadari. Kaget betul dengan rentetan cerita teteh barusan."Iya, mbaknya ini sakit DB dan meninggal setelah dirawat beberapa hari. Kabar bahagiaku jadi lelayu, dek. Gitu kata masnya"

Sedetik dua detik aku berusaha mencerna kalimat teteh.
Iya ya, kalau Allah sudah berkehendak, tak ada lagi yang mampu menghentikan-Nya. Mau besok tanggal nikahan, mau besok tanggal wisudaan, mau besok tanggal penobatan suatu jabatan, kalau hari ini waktunya pulang ke pangkuan-Nya, ya sudah, selesai semua. Tidak ada lagi hari esok. Manusia tak bisa menangisi ataupun menyesalinya. Untuk waktu yang telah berlalu tak bisa diubah. Dan masa depan juga sudah tak ada lagi yang bisa dilakukan. Di titik ini, semua amalan terhenti. Hanya tiga yang tetap mengalir, shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak sholeh kepada kedua orang tuanya (Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi,Nasa’i dan Ahmad).



Sudah selayaknya kita berusaha menabung untuk waktu "pulang" kita nanti. Ia bisa datang kapan saja. Semangat untuk selalu memperbaiki diri. Diri sendiri sudah baik, tugas belum selesai. Ajak juga keluarga, sahabat, tetangga, masyarakat, negara untuk bersama-sama menciptakan kebaikan berjamaah. Semua akan beramai-ramai melakukan kebaikan yang berujung hidup selaras, seimbang, dan penuh harmoni. Sebuah manifestasi luar biasa menuju akhir yang indah. Dimana? di surga tentunya :) dan insya Allah pula sudah terasa ciri-cirinya di dunia. So, Semangat Perbaikan! :)

21 Januari 2014, 9.10 pm
Ruang Keluarga "Strong House"
Kisah ini terjadi sekitar Oktober 2013

Kamis, 16 Januari 2014

Refleksi Semua Nada Ukhuwah

Sahabat, tibalah masanya
Bersua pasti ada berpisah
Bila nanti kita jauh berpisah

Jadikah robitoh pengikatnya
Jadikan doa ekspresi rindu
Semoga kita berjumpa di surga
-Sigma (Senandung Ukhuwah)


Sungguh indah yang namanya ukhuwah..
Teringat aku tak ada apa-apanya tanpa ukhuwah.
Ya, cinta antar saudara.
Benar-benar persaudaraan karena Allah
Orang yang saling mencintai karena Allah.
Bertemu dan berpisah karena Allah,
mengekspresikan cinta sesuai aturan-Nya,
termasuk golongan yang akan dinaungi oleh Allah di hari tidak ada naungan mahsyar kelak
begitulah hadits riwayat Bukhori terngiang dalam sanubari kita.
Indah.
Dan menyelamatkan.
Mendekatkan pada ridho-Nya

Dahulu, tiba masa aku menyentuh ukhuwah..
Masih ingatkah kau mbk Kiya, mas Anshor? juga Nisa, Kholis? dan mas Maajid?
Belajar dari orang hebat seperti mbak Asih, mbak Vira, mbak Ambar, mbak Sulis,
mbak Adin, mbak Yani, mbak Kun, dan masih banyak lagi. 
Berkaca pada persaudaraan ikhwan seperti kalian,
akh Dimas, akh Uri, akh Ahsan, akh Anang, akh Panji, akh Pandu,
dan ikhwan angkatanku yang begitu menunjukkan suka duka antar kalian begitu merekatkan..
Joenta, Dendri, Irfan, Faris, Fadel, Avan, Insan, Sona, Lutfi, dan yang ga bisa kusebutkan satu per satu.

Untuk sahabat yang mengenal dekat
dan menghabiskan suka duka bersama dalam perjuangan
Evi, Sari, Fida, Nana, Chelsea, Fitri, Fiya, Ulfa, Lady, Elva, Yuni, Ratri, Dila Hilda, Ida, Rindita,,
yang mendewasakanku dengan sosokmu, Suci, mbak Izzah, Ainun,
dan banyak lagi sosok tak terlupakan di sini (dalam hati).

Aku pun melangkah bertemu dunia baru dalam masa kuliah
Bertemu teman-teman baru yang menginspirasi
Terima kasih Irma, Ebi, Rika, Dila, Lia, Tika untuk hari awal kita berjumpa sampai kini :)
Yang menemani hari-hari baru di Jogja, Ika Dewi maksih ya.. Kapan IG-ers kumpul lagi ya, Ka? hehe
Juga penghuni kos Demangan yang tak terlupakan..
Dan bertemu teman perjuangan di awal dahulu, Janu, Iqbal, juga Linda, Fitri, Luqman, Fahmi, Arizqi..
Ah, sungguh sangat bersemangat lagi mengingatnya..
Departemen pertamaku dalam magang Al Ishlah juga sangat berkesan: Jaringan.
Ada pak kadep Rakhyan yang ternyata tahun2 berikutnya koordinasi tak lepas darinya,
ada teman2 jaringan yg keren: bu kadep Tyas, mbak Rima, mas Cholid, dan lain-lain.
Sampe akhirnya di kaderisasi, bertemu mas Wahyu, mb Wulan, Desi, Adang, Febta, Opik, Aeni, Soliqin, yang di tempat ini 3 tahun aku dibesarkan.. Meski penuh cerita rasa gado-gado.
Lalu bertemu Mba Marlina Ayu yang superr sekalii gesit dan punya leadership keren.
Ada mas Rivan Amri, mas Eko Rizqa, mba Bening, mb Chika, mas Erwin, juga mb Muji, mba Rizki, mba Weni yang membantu banyak waktu aku jadi maba dulu.
mb Aeni, duo "Win" di screen, menjadi spirit aku menemukan duniaku.
Teman2 ADK UNY yang tak bisa tersebutkan satu per satu... di sini aku bertumbuh dan belajar banyak hal bersama, mengingat kalian, aku mengingat Allah. Betapa malunya
Teman2 UKM Penelitian juga sama, memberi warna keluarga yang begitu mengesankan yang hingga kini berkembang dan tak bisa kutinggalkan. Hemm, benar bukan?
Dan HMPG menjadi tempat aku bertumbuh pertama menikmati rasanya jadi mahasiswa jurnalis. Tulisanku akhirnya nebeng di buletin nasional Imahagi ya? Duh gak terbayangkan! Kapan nih ngumpul lagi?

Keluarga KPU FISE 11, Om Faiz, Mb Santi, Mb Uus, Afni, Afira, Meryn, Jojo, Akhsin, dan serentetan nama yang menambah sederet daftar keluarga baruku. Sungguh, aku belajar benar2 melihat organisasi dengan sistem kekeluargaan itu di sini. Kapan makan2 lagi? hihi
Keluarga Acara OSPEK 12, Mas Dirga, Adit, Halim, Fahmi, teh Giva, Nia, dan yang lain (udah di atas disebutin) yang sangat menginspirasi. Sadar gak, sekarang kalian jadi orang besar semua? :)
Keluarga KPU FIS 12 yang anteng-anteng tapi kerja nyata banget, kangen kalian semua..
Komunitas Center of Excellent Student (CES) Jogja, memberi banyak training SDM yang mantep dan extra-ordinary. Saluut..
LPIM (Lembaga Pendidikan Islam Mujahidin), tempat yang ketika aku mengingatmu, aku mengingat Allah. Tenang, kau selalu kurindukan dan menjadi rumah.

Juga sahabat Elqowiers di rumah mimpi kita bersama, yuk raih ridho Ilahi bareng2..
Mau disebutin di sini semuanya gak? hehe Thanks to mba Dian, mba Sita, mba Nisa, mba Anis, mba Ayik, mba Aul, mba Aprid, mba Ninik, mba Iis, Puthy, Fikha, Nunu, Hilma, Diah, Umi, Husna, Dena, ada yang belum dipanggil? :D hehe
Suka duka kita lalui bersama, meskipun banyak acara, tapi selalu kompak. Kau sungguh membelajarkanku untuk jadi akhwat tangguh, se"qowi" namamu. Jalan kita masih panjang.. istiqomah terus ya..

Dan untuk keluarga besar yang aku ada lewat nasab ini.. Umi, Abi, Mas, Alim, saudara Ibu, saudara ayah, kakek, nenek, sepupu, keponakan, semuanya...kalian adalah teladan..aku bisa baik tak lepas dari didikan keluarga ini, alhamdulillahirabbil'aalamiin.

Ruang Keluarga "Strong House" 14 Januari 2014