Kamis, 30 Januari 2014

Nak, Ibu Malu

Seorang ibu meminta anaknya membatalkan pinangan yang telah diterima oleh calon mempelai wanita. Anaknya tentu saja sangat terkejut dan dengan lembut bertanya pada ibunya mengapa.

 "Ibu malu, Nak. Ayah calon(istri)mu itu seorang pembesar di lembaga, sedangkan Ibu cuma seorang petani."
Si Ibu mengungkapkan kegelisahannya. Perasaan tidak sederajat dengan besan ternyata ujung masalahnya.

Si Anak lantas bercerita,
"Jika dia seorang pembesar yang punya jabatan, dan karena itu bisa membantu orang lewat lembaganya, Ibu jauh lebih hebat dari dia. Karena Ibu sendirian saja bisa membantu banyak orang. Ibu memanggul sendiri beras-beras yang ingin Ibu berikan pada orang lain tanpa harus membuat sebuah lembaga. Ibu telah membantu orang dengan peluh dan tangan Ibu sendiri tanpa bergantung pada sarana lembaga. Hebat mana, Bu?"

Si Ibu pun terpaku, sementara si Anak melanjutkan

"Ibu sholat tahajud sudah berapa tahun, Bu? Pernahkah lubang-lubang di antara malam-malam itu? Sungguh, belum pernah kudapati Ibu melewatkannya. Sedangkan dia Bu, saat kelelahan bekerja, pernah tak sengaja kudapati dari ceritanya, malam tahajud menjadi terlewatkan. Di mata Allah, lebih mulia mana Ibu atau calon mertuaku?"

Si Ibu pun hanya tersenyum, tak sanggup lagi mengucapkan kata-kata. Sebentar lagi air mata menetes ke pipinya yang mengeriput.
Si Anak pun melanjutkan,
"Ibu, tak usah merasa kecil di hadapan manusia karena belum tentu di mata Allah diri kita lebih hina. Senantiasa kita mendekat pada-Nya, maka sebenarnya Allah pun memandang hamba-Nya tidak dari strata sosial, namun pada ketaatan dan keimanan orang tersebut pada Allah."

---


Kisah ini diadopsi dari kisah nyata, dengan beberapa kalimat yang disesuaikan.
Sepenggal kisah ini mungkin pernah dialami sebagian orang. Bukan bermaksud mengurangi rasa hormat pada calon mertua, akan tetapi kisah ini hanya untuk membesarkan hati Ibunda, bahwa tak selamanya kemuliaan dipandang dari "kasat mata" manusia.
Semoga bermanfaat.



17 Juli 2013
Ngayogyakarta Hadiningrat

Sabtu, 25 Januari 2014

Resep Sayur Tewel (Nangka / Gori)

Sudah menjadi barang biasa bagi Ibu memasak di rumah untuk keluarga. Hanya ingin menuliskan saja, karena belum biasa memasak, siapa tau suatu saat ingin memasak dan tidak bisa tanya Ibu, aku bisa membuka blog ini :) Selamat membaca, siapa tau resep ini membantumu memasak nanti!

Bahan:
- Tewel/ Nangka/ Gori
- Kacang Tunggak/ Tolo
- Santan
- Air

Bumbu:
- Bawang merah 5 siung
- Bawang putih 5 siung
- Kemiri 3 butir
- Ketumbar secukupnya
- Merica 3 biji
- Cabai tampar sesuai selera (1 saja jika tidak suka pedas)
- Garam secukupnya
- Gula merah
- Daun salam 3 lembar
- Laos sepotong digeprek

Cara memasak:
1. Rebus kacang tolo yang telah dicuci terlebih dahulu, dalam satu panci berisi air secukupnya bersama daun salam dan laos. Setelah mendidih, matikan api dan diamkan hingga mengembang kacangnya.
2. Sementara itu, tewel dikupas, dicuci dan dipotong cacah kecil dan tipis.
3. Siapkan santan dari kelapa tua yang diperas airnya setelah diparut atau siapkan santan instan.
4. Haluskan bumbu selain gula merah, daun salam, dan laos dengan diuleg sampai teksturnya lembut.
5. Nyalakan kembali api untuk merebus panci berisi kacang tadi yang akan langsung digunakan memasak tewel. Setelah mendidih, masukkan tewel yang telah dicacah.
6. Tunggu hingga lebih empuk, masukkan santan sambil diaduk.
7. Masukkan bumbu yang telah halus lalu tunggu hingga mendidih sambil terus diaduk supaya santan tidak pecah.
8. Masukkan gula merah yang sudah disisir halus lalu aduk lagi.
9. Cicipi masakan sudah pas rasanya atau kurang asin/manis. Tambahkan garam/gula sampai pas rasanya.
10. Kalau sudah, matikan api. Sajikan di mangkuk dan siap dihidangkan.

Selamat mencoba :D


Madiun Kota GaDIs
25 Januari 2014, suasana liburan semester 5 #MahasiswaEsSatu
di Home Sweet Home

Selasa, 21 Januari 2014

Kabar Bahagiaku Jadi Lelayu

Dari sebuah acara hari itu, aku pulang dibonceng teteh naik motor. Pas banget, karena sebentar kemudian teteh juga harus mengembalikan helm temannya. Pas banget gimana? Ia lah, aku di posisi boncengan, jadi bisa memangku satu helm, dan di kepalaku ada satu helm lagi pinjaman temannya. hehe.

Aku dibawa teteh ke kosnya dan diminta menunggu di depan kos. Tsiqoh alias nurut aja. Sambil mengamat-amati daerah depan kos teteh. Aku sempat melihat beberapa laki-laki bergerombol di sebelah kosnya. Kata teteh, orang-orang tadi mungkin saja yang ingin pakai internet, beli pulsa, atau servis barang elektronik.

Di perjalanan, teteh membuka obrolan,
"Dek, kamu tahu gak, mas-mas rambut pendek, tingginya sedang, pake celana jeans yang berdiri agak ke tengah jalan tadi?"
"Emm, yang bantuin mas satunya parkir motor?"
"Iya. Itu penjaga toko servis elektronik di kos teteh"
Oh, sebelah kos teteh masih bagian dari rumah milik ibu kos teteh ternyata.
"Terus kenapa memangnya teh?"
Penasaran aku kenapa teteh tiba-tiba membahas orang ini. Aku kan tidak kenal orangnya.

"Dengerin cerita teteh, mas ini gak ada sebulan yang lalu masih gondrong lho rambutnya"
Ha? Pikiranku pun membayangkan rupa "mas cepak" dan "mas gondrong" dengan wajah yang sama. hoho. Aneh dan geli rasanya.
Terus?
"Tapi masnya baik. Dia potong rambutnya juga karena dia itu mau menikah kemarin. Calonnya dicariin jodoh sama orang tuanya. Dia nurut aja dan gak pake pacaran. Mirip ta'aruf lho dek, habis kenalan, trus langsung cari tanggal pernikahan."
Wow, aku bergumam dalam hati. Sholeh juga orangnya. Ups.
"Tapi namanya takdir Allah ya dek, calon istri mas ini sakit dan meninggal sehari sebelum menikah"
"Hah?? Kog bisa teh??" Suaraku meninggi tanpa kusadari. Kaget betul dengan rentetan cerita teteh barusan."Iya, mbaknya ini sakit DB dan meninggal setelah dirawat beberapa hari. Kabar bahagiaku jadi lelayu, dek. Gitu kata masnya"

Sedetik dua detik aku berusaha mencerna kalimat teteh.
Iya ya, kalau Allah sudah berkehendak, tak ada lagi yang mampu menghentikan-Nya. Mau besok tanggal nikahan, mau besok tanggal wisudaan, mau besok tanggal penobatan suatu jabatan, kalau hari ini waktunya pulang ke pangkuan-Nya, ya sudah, selesai semua. Tidak ada lagi hari esok. Manusia tak bisa menangisi ataupun menyesalinya. Untuk waktu yang telah berlalu tak bisa diubah. Dan masa depan juga sudah tak ada lagi yang bisa dilakukan. Di titik ini, semua amalan terhenti. Hanya tiga yang tetap mengalir, shadaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak sholeh kepada kedua orang tuanya (Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi,Nasa’i dan Ahmad).



Sudah selayaknya kita berusaha menabung untuk waktu "pulang" kita nanti. Ia bisa datang kapan saja. Semangat untuk selalu memperbaiki diri. Diri sendiri sudah baik, tugas belum selesai. Ajak juga keluarga, sahabat, tetangga, masyarakat, negara untuk bersama-sama menciptakan kebaikan berjamaah. Semua akan beramai-ramai melakukan kebaikan yang berujung hidup selaras, seimbang, dan penuh harmoni. Sebuah manifestasi luar biasa menuju akhir yang indah. Dimana? di surga tentunya :) dan insya Allah pula sudah terasa ciri-cirinya di dunia. So, Semangat Perbaikan! :)

21 Januari 2014, 9.10 pm
Ruang Keluarga "Strong House"
Kisah ini terjadi sekitar Oktober 2013

Kamis, 16 Januari 2014

Refleksi Semua Nada Ukhuwah

Sahabat, tibalah masanya
Bersua pasti ada berpisah
Bila nanti kita jauh berpisah

Jadikah robitoh pengikatnya
Jadikan doa ekspresi rindu
Semoga kita berjumpa di surga
-Sigma (Senandung Ukhuwah)


Sungguh indah yang namanya ukhuwah..
Teringat aku tak ada apa-apanya tanpa ukhuwah.
Ya, cinta antar saudara.
Benar-benar persaudaraan karena Allah
Orang yang saling mencintai karena Allah.
Bertemu dan berpisah karena Allah,
mengekspresikan cinta sesuai aturan-Nya,
termasuk golongan yang akan dinaungi oleh Allah di hari tidak ada naungan mahsyar kelak
begitulah hadits riwayat Bukhori terngiang dalam sanubari kita.
Indah.
Dan menyelamatkan.
Mendekatkan pada ridho-Nya

Dahulu, tiba masa aku menyentuh ukhuwah..
Masih ingatkah kau mbk Kiya, mas Anshor? juga Nisa, Kholis? dan mas Maajid?
Belajar dari orang hebat seperti mbak Asih, mbak Vira, mbak Ambar, mbak Sulis,
mbak Adin, mbak Yani, mbak Kun, dan masih banyak lagi. 
Berkaca pada persaudaraan ikhwan seperti kalian,
akh Dimas, akh Uri, akh Ahsan, akh Anang, akh Panji, akh Pandu,
dan ikhwan angkatanku yang begitu menunjukkan suka duka antar kalian begitu merekatkan..
Joenta, Dendri, Irfan, Faris, Fadel, Avan, Insan, Sona, Lutfi, dan yang ga bisa kusebutkan satu per satu.

Untuk sahabat yang mengenal dekat
dan menghabiskan suka duka bersama dalam perjuangan
Evi, Sari, Fida, Nana, Chelsea, Fitri, Fiya, Ulfa, Lady, Elva, Yuni, Ratri, Dila Hilda, Ida, Rindita,,
yang mendewasakanku dengan sosokmu, Suci, mbak Izzah, Ainun,
dan banyak lagi sosok tak terlupakan di sini (dalam hati).

Aku pun melangkah bertemu dunia baru dalam masa kuliah
Bertemu teman-teman baru yang menginspirasi
Terima kasih Irma, Ebi, Rika, Dila, Lia, Tika untuk hari awal kita berjumpa sampai kini :)
Yang menemani hari-hari baru di Jogja, Ika Dewi maksih ya.. Kapan IG-ers kumpul lagi ya, Ka? hehe
Juga penghuni kos Demangan yang tak terlupakan..
Dan bertemu teman perjuangan di awal dahulu, Janu, Iqbal, juga Linda, Fitri, Luqman, Fahmi, Arizqi..
Ah, sungguh sangat bersemangat lagi mengingatnya..
Departemen pertamaku dalam magang Al Ishlah juga sangat berkesan: Jaringan.
Ada pak kadep Rakhyan yang ternyata tahun2 berikutnya koordinasi tak lepas darinya,
ada teman2 jaringan yg keren: bu kadep Tyas, mbak Rima, mas Cholid, dan lain-lain.
Sampe akhirnya di kaderisasi, bertemu mas Wahyu, mb Wulan, Desi, Adang, Febta, Opik, Aeni, Soliqin, yang di tempat ini 3 tahun aku dibesarkan.. Meski penuh cerita rasa gado-gado.
Lalu bertemu Mba Marlina Ayu yang superr sekalii gesit dan punya leadership keren.
Ada mas Rivan Amri, mas Eko Rizqa, mba Bening, mb Chika, mas Erwin, juga mb Muji, mba Rizki, mba Weni yang membantu banyak waktu aku jadi maba dulu.
mb Aeni, duo "Win" di screen, menjadi spirit aku menemukan duniaku.
Teman2 ADK UNY yang tak bisa tersebutkan satu per satu... di sini aku bertumbuh dan belajar banyak hal bersama, mengingat kalian, aku mengingat Allah. Betapa malunya
Teman2 UKM Penelitian juga sama, memberi warna keluarga yang begitu mengesankan yang hingga kini berkembang dan tak bisa kutinggalkan. Hemm, benar bukan?
Dan HMPG menjadi tempat aku bertumbuh pertama menikmati rasanya jadi mahasiswa jurnalis. Tulisanku akhirnya nebeng di buletin nasional Imahagi ya? Duh gak terbayangkan! Kapan nih ngumpul lagi?

Keluarga KPU FISE 11, Om Faiz, Mb Santi, Mb Uus, Afni, Afira, Meryn, Jojo, Akhsin, dan serentetan nama yang menambah sederet daftar keluarga baruku. Sungguh, aku belajar benar2 melihat organisasi dengan sistem kekeluargaan itu di sini. Kapan makan2 lagi? hihi
Keluarga Acara OSPEK 12, Mas Dirga, Adit, Halim, Fahmi, teh Giva, Nia, dan yang lain (udah di atas disebutin) yang sangat menginspirasi. Sadar gak, sekarang kalian jadi orang besar semua? :)
Keluarga KPU FIS 12 yang anteng-anteng tapi kerja nyata banget, kangen kalian semua..
Komunitas Center of Excellent Student (CES) Jogja, memberi banyak training SDM yang mantep dan extra-ordinary. Saluut..
LPIM (Lembaga Pendidikan Islam Mujahidin), tempat yang ketika aku mengingatmu, aku mengingat Allah. Tenang, kau selalu kurindukan dan menjadi rumah.

Juga sahabat Elqowiers di rumah mimpi kita bersama, yuk raih ridho Ilahi bareng2..
Mau disebutin di sini semuanya gak? hehe Thanks to mba Dian, mba Sita, mba Nisa, mba Anis, mba Ayik, mba Aul, mba Aprid, mba Ninik, mba Iis, Puthy, Fikha, Nunu, Hilma, Diah, Umi, Husna, Dena, ada yang belum dipanggil? :D hehe
Suka duka kita lalui bersama, meskipun banyak acara, tapi selalu kompak. Kau sungguh membelajarkanku untuk jadi akhwat tangguh, se"qowi" namamu. Jalan kita masih panjang.. istiqomah terus ya..

Dan untuk keluarga besar yang aku ada lewat nasab ini.. Umi, Abi, Mas, Alim, saudara Ibu, saudara ayah, kakek, nenek, sepupu, keponakan, semuanya...kalian adalah teladan..aku bisa baik tak lepas dari didikan keluarga ini, alhamdulillahirabbil'aalamiin.

Ruang Keluarga "Strong House" 14 Januari 2014